Profesiku yang sebenarnya adalah pengacara, tetapi belakangan ini aku lebih dikenal sebagai seorang paranormal yang sanggup untuk memecahkan masalah-masalah yang sulit termasuk menyembuhkan beberapa penyakit yang disebabkan oleh gangguan psikis. Sebenarnya ini semua hanya bermula dari keisenganku menggoda isteri temanku yang kukira sedang kesepian. Aku mencoba membohonginya dengan membaca beberapa ciri khas di tubuhnya demi untuk dapat menidurinya, tetapi di luar dugaanku ramalanku ternyata cocok, dan tanpa menceritakan affairku dengannya ternyata Evie sudah menceritakan kemampuanku ini pada semua kenalannya, sehingga aku menjadi seperti saat ini, paranormal!
Aku sangat menikmati kemampuan baruku ini, meskipun tidak pada setiap orang aku berani mengganggunya, tetapi anehnya hampir semua klienku bersedia menuruti permintaanku tanpa rewel, cuma seperti yang kukatakan, tak semuanya aku tiduri!
Seperti siang ini, di kantorku sudah ada beberapa wanita menungguku, ketika aku datang, aku sempat tersenyum kepada mereka dan memandang mereka satu persatu. Semuanya rata-rata perempuan kaya dan cantik, tetapi ada seorang ibu yang kelihatan anggun dengan tubuh yang tinggi besar sangat sesuai dengan seleraku. Di meja kerjaku kulihat berjajar empat lembar kartu kecil bertuliskan nama-nama pasienku, kartu ini dibuat oleh sekretarisku Mery. Kubaca satu persatu tetapi aku tak dapat menduga mana kartu ibu yang kuinginkan itu, sehingga kupanggil Mery untuk memanggil mereka satu demi satu.
Mery sudah menjadi sekretarisku selama 3 tahun, jarang ada sekretarisku yang tahan begitu lama, karena rata-rata mereka cantik sehingga mereka laku keras untuk kawin. Mery seringkali juga memuaskan nafsuku, terutama bila aku sedang iseng di kantor ini, kami sering main di meja kerja, di kursi bahkan di kamar mandi, semuanya kami lakukan dengan diam-diam tanpa ada seorangpun yang curiga. Mery pun tahu dengan jelas hobbyku main cewek, bahkan seringkali dia kusuruh mengintai manakala aku berhubungan seks dengan klienku dan biasanya setelah itu, Mery juga minta jatah karena dia tak dapat menahan nafsunya sendiri.
Mery dengan gayanya yang anggun dan alim segera memanggil salah satu dari tamuku, ketika si ibu masuk ternyata bukan ibu yang kuinginkan melainkan seorang ibu muda yang kelihatan genit tetapi wajahnya kelihatan kalau dalam keadaan sumpek. Kuperhatikan tubuhnya dari jauh, ia memakai blus tanpa lengan sehingga memamerkan lengannya yang mulus sementara tubuhnya langsing dengan pantat yang besar. Bibirnya agak tebal dan wajahnya cantik sekali. Ia langsung menyalamiku dan memperkenalkan namanya Ria, rupanya ia lebih senang dipanggil dengan nama kecilnya daripada dengan nama suaminya, aku yakin dia sudah bersuami karena sempat kulihat cincin kawin berlian yang melingkar di jarinya.
Setelah berbasa-basi sejenak Ria segera menceritakan masalahnya kepadaku, rupanya dia sedang dalam kesulitan karena hobbynya bermain judi. Meskipun judi dilarang di Jakarta ini, tetapi ia berjudi melalui jaringan parabola, katanya dia dulu menang cukup banyak tetapi sudah dua bulan ini dia terus-menerus sial sehingga hampir semua hartanya habis. Saat ini dia takut kalau suaminya tahu dan dia akan diceraikan.
Aku tersenyum mendengar ceritanya ini, bagiku ini kasus biasa dan mudah, pasti beres. Tanpa membuang waktu aku menanyai Ria apakah menjelang dia kalah terus itu dia pernah melakukan sesuatu yang kurang baik, dia menyatakan rasanya kok tidak pernah, karena katanya kalau dia menang maka dia selalu baik kepada orang lain. Aku berkata kepadanya bila memang begitu maka kemungkinan sialnya ada di badannya dan aku harus mencarinya dan kemudian menangkalnya.
Tanpa ragu kusuruh ia membuka pakaiannya dan telanjang bulat di depanku. Ria memandangku dengan tajam dan kemudian dia bangkit dan mulai melepas pakaiannya. Diluar kebiasaan yang aku ketahui, yang pertama dibuka Ria adalah roknya dan kemudian celana dalamnya sehingga aku langsung dapat melihat vaginanya yang dihiasi bulu vagina yang hitam, baru kemudian dia membuka blus dan BH-nya. Seperti dugaanku payudara Ria tidak terlalu montok tetapi mengkal dan bulat dengan pentil merah muda.
Dalam keadaan telanjang bulat Ria berdiri mematung di depanku. Kakinya rapat dan tangannya terlipat di perutnya. Kusuruh ia berputar sehingga aku juga dapat melihat pantatnya yang montok itu, benar-benar seksi. Dari apa yang kulihat aku langsung menyuruhnya duduk di depanku. Kukatakan bahwa aku sudah tahu dimana letak sialnya yaitu dari paha kanannya. Aku katakan bahwa semuanya sudah beres.
Ria rasanya tidak percaya kalau aku mengatakan seperti itu, dia minta agar aku membuktikan kata-kataku itu. Dengan ngawur aku minta dia mencabut bulu vaginanya sendiri secara sembarangan, Ria menuruti permintaanku itu dan meletakkan bulu vaginanya di mejaku. Kusuruh ia menghitungnya ternyata jumlahnya 3 lembar, kusuruh ia mencabut sekali lagi dan kali ini jumlahnya 4 lembar. Kuminta dia untuk memasang taruhan diangka 34 atau 43 dan buktikan sendiri. Baru saat itu Ria bisa tersenyum, ia mengucapkan terima kasih dan segera kuminta ia berpakaian kembali. Selesai merapikan pakaiannya, Ria menjabat tanganku erat-erat dan mengatakan terima kasih. Aku mengangguk ramah, dan aku yakin bilamana saat itu aku minta dia untuk menghisap penisku pasti dia dengan senang hati mau melakukannya, tetapi aku punya target lain.
Ketika Ria keluar seorang ibu menyusul masuk, lagi-lagi bukan ibu yang kuinginkan kali ini seorang ibu berumur sekitar 40 tahunan, wajahnya cantik tanpa polesan make up yang menyolok, ia memperkenalkan dirinya sebagai Ibu Sugito, seorang pejabat penting yang pernah kudengar namanya. Ia langsung bercerita kalau suaminya punya simpanan wanita yang hebat sehingga dia merasa sedih sekali. Meskipun sejak dulu dia tahu kalau suaminya sering main perempuan, tetapi baru kali ini dia kecantol dengan pacarnya. Aku langsung mengatakan bahwa aku harus melihat tubuhnya agar bisa melihat di mana letak masalahnya. Mulanya ibu ini agak keberatan dan dia bertanya apakah tidak bisa kalau hanya dengan melihat wajah atau bagian lain yang terbuka. Aku hanya berkata enteng, kalau ibu percaya pada saya silakan, kalau tidak silakan juga kembali karena hanya itu caraku memeriksa pasien.
Dengan hati berat dia mulai membuka pakaiannya, pertama yang dibukanya adalah jacket ungunya, ketika ia melepaskan jacket itu aku sempat melihat ketiaknya yang lebat dengan bulu, aku sempat tertegun melihatnya karena bila ketiaknya saja seperti itu alangkah lebat bulu vaginanya. Payudara Bu Sugito montok tetapi sudah agak kendur dengan pentil coklat kehitam-hitaman, ketika ia selesai membuka roknya, kembali ia ragu. Gerakannya terhenti sementara ia berdiri dengan hanya memakai celana dalam tipis berwarna putih yang jelas sekali menampakkan bayangan bulu vaginanya yang hitam dan lebat itu. Aku sengaja mendiamkannya karena aku mau melihat apa yang dimaui ibu ini, tetapi aku sudah merencanakan bahwa ibu yang satu ini akan aku periksa habis-habisan biar dia kapok.
Akhirnya Bu Sugito jadi juga membuka celananya sehingga terpampanglah di hadapanku tubuhnya yang mulus dengan bulu yang sangat lebat di pangkal pahanya serta di ketiaknya. Dari yang aku lihat ini aku langsung tahu bahwa ibu ini hiperseks. Jadi aku heran juga kenapa dia begitu ragu-ragu untuk telanjang di hadapanku, hal ini membuatku jadi ingin mengetahui sebabnya.
Ibu Sugito hanya berdiri mematung di depanku tangannya berusaha menutupi pangkal pahanya. Aku langsung berdiri dari kursiku dan berjalan mendekatinya, aku memutari tubuhnya yang bersih dan harum itu, tetapi tak ada sesuatu yang janggal. Tanpa ragu kusuruh dia duduk di sofa yang ada di ruang kerjaku dan kubaringkan. Dengan pelahan aku merentangkan kakinya sehingga aku dapat melihat vaginanya yang penuh bulu itu, karena bulunya sangat lebat, terpaksa aku menyibakkannya sehingga dapat kulihat bibir kemaluannya. Aku agak kaget ketika kulihat liang vagina Ibu Sugito ini begitu lebar dan bibirnya menjuntai keluar. Rupanya Ibu Sugito senang masturbasi dengan alat-alat sehingga liangnya jadi molor seperti ini.
Aku langsung menanyakan hal ini kepadanya dan dengan malu-malu dia mengiakan dugaanku. Untuk menangkal masalahnya, aku minta Ibu Sugito untuk saat itu juga melakukan masturbasi di depanku, dengan ragu-ragu ia berdiri dan mengambil handbagnya, dari situ ia mengeluarkan sebuah alat mirip penis yang berwarna coklat, setelah itu dia duduk lagi dan mengambil posisi seperti jongkok untuk kemudian penis karet itu dimasukkannya ke dalam liang vaginanya sampai amblas tinggal pangkalnya saja. Setelah itu dia memutar-mutar pantatnya di atas penis karet itu sambil memejamkan matanya.
Aku sendiri jadi tak tahan melihat pemandangan ini, akupun duduk di depannya dan kukeluarkan penisku yang langsung juga kukocok-kocok mengimbangi Bu Sugito yang sedang asyik, Bu Sugito jadi kaget ketika melihat aku mengeluarkan penisku yang begitu panjangnya, gerakannya terhenti memandang penisku yang 18 cm itu. Ternyata dia berani juga menanyakan mengapa kok tidak penisku saja yang dimasukkan vaginanya agar benar-benar nikmat, aku mengatakan bahwa aku tidak boleh melakukan itu. Kuminta dia agar segera berusaha mencapai puncak kenikmatannya.
Rupanya Ibu Sugito tidak tahan melihat tanganku mengelus-elus penisku sendiri yang tegak lurus seperti tiang bendera itu. Ia mulai merintih makin lama makin keras dan akhirnya ia mengejang mencapai kepuasannya. Dasar hiperseks, ketika ia melepas penis karetnya, tangannya ikut-ikutan meremas penisku dengan lembut. Aku berkata kepadanya bahwa aku mau memasukkan penisku ke vaginanya asal aku tidak melakukan gerakan apapun. Ibu Sugito mengangguk dan akupun segera mengarahkan penisku ke antara selangkangan Bu Sugito yang sudah merentangkan kakinya lebar-lebar itu. Sekali tekan penisku masuk separuh dan ternyata aku tidak bisa menghabiskan seluruh penisku ke dalam liangnya. Aku benar-benar heran, karena dengan penis karet yang begitu besar dia sanggup menelannya sampai habis, tetapi kenapa penisku kok hanya masuk tiga perempatnya. Aku tidak peduli, sementara Ibu Sugito sibuk memutar-mutar pantatnya agar dia dapat mencapai orgasme lagi. Memang benar sekitar 5 menit dia merintih keras dan kurasakan cairan hangat membasahi ujung penisku. Tanganku segera meraih interkom dan kupanggil Mery agar masuk.
Ketika Mery memasuki ruanganku, Ibu Sugito jadi kaget dan berusaha menutupi tubuhnya, tetapi Mery tak peduli, dia langsung mendatangiku yang duduk di kursi. Aku minta Mery untuk mengambil tisue basah dan membersihkan penisku yang masih gagah itu dengan tisue. Mery dengan sigap mengeringkan cairan vagina Ibu Sugito yang ada di penisku sementara aku diam saja di atas kursi, ketika semuanya sudah kering dan bersih, Mery tanpa sungkan sempat mengulum ujung penisku serta meremasnya sebelum dia masuk lagi ke ruangannya. Aku langsung kembali ke tempat dudukku dan segera kuberikan penangkal tambahan untuk masalah Ibu Sugito ini, aku yakin bahwa dalam waktu 1 minggu suaminya akan kembali kepadanya, karena sebenarnya Ibu Sugito sangat pandai memuaskan suaminya hanya saja mungkin belakangan ini dia terlalu sering main sendiri sehingga dia jadi lengah.
Baru pasien yang ketiga, ibu yang aku inginkan memasuki ruangan kantorku, benar-benar cantik dan anggun tinggi besar dengan rambut sebahu, bibir sensual dan hidung mancung, kakinya mulus dan ramping benar-benar aduhai. Ketika memperkenalkan diri, tangannya terasa hangat dan empuk sekali, suaranya yang agak serak membuatku makin terangsang sehingga hampir aku tidak mendengar ketika ia menyebutkan namanya Pratiwi. Aku berusaha bersikap tenang dan wajar mendengarkan keluhannya. Pratiwi adalah seorang pengusaha yang menjadi rekanan pemerintah, omzetnya miliaran, tetapi belakangan ini bisnisnya mengendur karena banyak tender yang meleset dan jatuh ke tangan pengusaha lain. Dia sudah berusaha macam-macam tetapi semuanya gagal total bahkan belakangan ini perusahaannnya hampir kena penalti karena kekeliruan karyawannya.
Pratiwi benar-benar gelisah dan ngeri oleh semuanya ini. Wajahnya yang cantik kelihatan tegang dan di cuping hidungnya kulihat bintik-bintik keringat menambah keseksiannya. Melihat aku memandangnya, Pratiwi juga balas memandang tanpa berkedip.
Tiba-tiba aku bertanya kepadanya, apakah dia percaya bahwa kehidupan seksnya sangat mempengaruhi pekerjaannya, Pratiwi mengangguk dengan pelan, kulihat matanya sedikit berkedip seperti kaget. Aku langsung menyambung pertanyaanku dengan pertanyaan yang aku sendiri tidak menyangka kalau itu keluar dari mulutku, karena aku menanyakan apakah dia seorang lesbian. Di luar dugaanku dia mengangguk, tetapi dia menambahkan bahwa dia juga suka berhubungan dengan pria. Aku menanyakan kepada Pratiwi, coba ibu tebak, berapa kira-kira panjang kemaluan saya, karena jika ibu bisa tepat menduganya, maka berarti saya dapat menangkal masalah ibu.
Pratiwi agak menyeringai mendengar perkataanku itu. Dengan ragu ia bertanya maksudnya panjang waktu tidur atau waktu berdiri. Aku menjelaskan yang mana saja pokoknya tepat. Pratiwi terdiam sambil berpikir keras, aku tahu dia bingung karena saat itu aku duduk di kursi di belakang meja kantorku, dan akupun memakai pakaian lengkap sehingga dia tidak mempunyai bayangan apapun tentang penisku.
Tiba-tiba saja dia meraih penggaris yang ada di mejaku dan merentangkan jari-jarinya di atas penggaris itu untuk kemudian ditunjukkannya kepadaku. Aku melihat angka yang tertera di ujung jari Pratiwi, aku kaget karena di situ tercantum angka 18.5 cm, hampir sesuai dengan kenyataannya. Pratiwi bertanya apakah itu benar, aku hanya berkata coba ukur saja sendiri. Aku langsung berdiri memutari mejaku dan mendekati Pratiwi yang sedang duduk, kubuka celanaku dan kukeluarkan penisku yang masih lemas itu. Pratiwi melirik penisku dan mengambil penggaris untuk mencoba mengukurnya, dengan ragu-ragu satu tangannya memegang penisku sementara yang satunya memegang penggaris. Tentu saja ukurannya tidak tepat karena masih lemas, seperti yang sudah kuduga, tangan Pratiwi meremas-remas penisku agar bangun dan mengurut-urut. Kubiarkan saja semua gerakannya itu, tetapi percuma saja karena penisku tetap tidur nyenyak.
Tiba-tiba saja ia menundukkan kepalanya dan..., slepp..., penisku sudah terjepit di antara bibirnya yang tebal itu, terasa hangat dan lembut sekali, kurasakan bibirnya menjepit penisku dengan gerakan yang lancar meskipun tak sedikitpun Pratiwi membasahi penisku dengan ludahnya. penisku mulai bangun dan makin lama makin mengembang, sementara Pratiwi makin lancar mengulumnya, tanganku mulai bergerak meraba buah dada Pratiwi yang montok dan kenyal itu, tanpa ragu-ragu tanganku menerobos blousenya dan meremas buah dadanya, tak kukira bahwa Pratiwi tidak memakai beha, aku dapat merasakan puting susunya yang kecil tetapi keras seperti batu itu, kuremas-remas payudaranya, dan kupelintir puting susunya.
Rasa geli di sekeliling penisku membuatku jadi tak tahan lagi, bayangkan sejak tadi aku sudah terangsang oleh ulah beberapa ibu yang aku temui, maka saat ini rasanya sudah maksimal dan, syer..., syer..., croot, air maniku memancar keras sekali dua, tiga dan empat kali memancar memenuhi mulut Pratiwi, tak sedikitpun Pratiwi melepaskan penisku semuanya masuk di dalam mulutnya dan saking banyaknya sampai sebagian mengalir keluar dari samping bibirnya. Aku meremas buah dadanya sekeras-kerasnya Pratiwi diam saja, dia asyik menelan air maniku.
Setelah dilihatnya aku sudah puas, Pratiwi mengeluarkan penisku dari mulutnya dan langsung diukurnya penisku yang masih berdiri itu dengan penggaris. Dia tersenyum ketika melihat bahwa dugaannya benar. Aku juga tersenyum karena hisapan Pratiwi yang nikmat itu. Tiba-tiba Pratiwi berdiri, tanpa kuduga ia mulai membuka pakaiannya sehingga telanjang bulat. Ia berkata bahwa sekarang saatnya aku memuaskan dia agar jadi seri. Aku jadi bernafsu lagi melihat tubuh Pratiwi yang luar biasa itu, payudaranya montok dan kenyal dengan puting yang berwarna merah muda sangat serasi sekali dengan kulitnya yang putih kekuning-kuningan itu, sementara ketiaknya juga berbulu lebat, sesuatu yang sangat aku senangi, sedangkan pangkal paha Pratiwi benar-benar menakjubkan, karena meskipun bulu vaginanya sangat lebat, tetapi Pratiwi telah mencukur sebagian bulu kemaluannya sehingga hanya tinggal bagian tengahnya tegak lurus dari pusar sampai ke bukit vaginanya.
Meskipun saat itu kami masih sama sama berdiri, Pratiwi tak segan-segan merapatkan tubuhnya dan menciumku dengan mengeluarkan lidahnya yang hangat menelusuri rongga mulutku, tanganku dengan lincah mengarahkan penisku ke liang vaginanya yang tepat menempel di depan penisku itu. Begitu ujungnya menempel, aku segera menggendong Pratiwi dan menekankan penisku sampai amblas ke dalam liang vaginanya. Dengan posisi menggendong Pratiwi dan mulut masih berkutat dengan ciuman aku berjalan menuju sofa. Pratiwi benar benar pemuas nafsu pria rupanya, karena meskipun dalam posisi yang sulit yaitu aku menggendongnya dan kakinya menjepit pantatku, dia masih sempat juga menggerak-gerakan pantatnya untuk memilin penisku yang sepertinya melengkung karena posisi tubuh kami yang berdiri ini. Begitu kami roboh di atas sofa, ciuman kami terlepas dan Pratiwi melenguh sejenak, mungkin dia merasakan enaknya sodokan penisku yang notok sampai ke liang rahimnya itu.
Tanpa malu-malu Pratiwi mengangkat kakinya tinggi-tinggi dan meletakkannya di atas bahuku. Posisiku jadi bebas sekali, dengan ringan aku mendayung liang vagina Pratiwi yang sudah mulai becek itu, dan diapun dengan lincah memutar-mutar pantatnya mengimbangi tusukan penisku. Kurasakan liang vagina Pratiwi yang peret dan berpasir itu membuat penisku terasa geli sekali, entah berapa lama aku memaju-mundurkan pantatku, tetapi Pratiwi masih juga belum mencapai puncaknya begitu juga diriku sendiri. Kuhentikan gerakanku dan kuminta Pratiwi untuk menungging agar aku bisa menyetubuhinya dari belakang, aku benar-benar mata gelap dengan nafsu. Aku tak peduli lagi kalau mungkin di luar masih ada pasien yang menungguku, yang penting sekali ini aku harus membuat Pratiwi terpuaskan dan selanjutnya membantu kesulitannya agar tertanggulangi.
Ketika Pratiwi sudah menungging, tampaklah vaginanya yang sudah basah kuyup itu di pantatnya juga banyak bulu vagina sebagai tanda kalau memang bulu vagina Pratiwi luar biasa tebalnya. Aku langsung menempelkan ujung penisku yang sudah merah padam itu ke celah vagina Pratiwi dan, "slep..., bloos..", penisku amblas sampai hanya tinggal pelirku saja yang menggantung di luar. Tanganku meraih buah dada Pratiwi dan meremas-remasnya, saat itu mulai kudengar rintihan Pratiwi mula-mula pelan tetapi makin lama makin keras dan tiba-tiba kurasakan liang vagina Pratiwi mengejang-ejang dan hangat sekali. Kurasakan rasa geli dan nikmat yang luar biasa saat itu, karena jepitan vagina Pratiwi sementara aku merojoknya membuat penisku seperti diurut. Dan tanpa bisa kutahan lagi akupun ambrol merasakan nikmatnya vagina Pratiwi, air maniku menyembur menabrak dinding kemaluannya dan bercampur dengan lendir yang keluar dari vaginanya. Aku terkulai lemas sementara Pratiwi menggigit pundakku karena menahan rasa nikmat dan agar tidak sampai berteriak karena rasa nikmat tadi.
Dalam keadaan masih gemetar, aku segera memakai pakaianku kembali begitu juga dengan Pratiwi, wajahnya semeringah dan tersenyum terus. Aku berpura-pura seperti tak ada apa-apa dan setelah kami berdua duduk berhadapan, aku memanggil Mery masuk. Mery tersenyum melihat wajahku yang mungkin kentara kalau habis main seks itu. Aku minta dibuatkan minum dan Mery dengan patuh membuatkan minuman buat kami berdua. Bagiku masalah Pratiwi bukan hal yang sulit dengan bermeditasi sejenak aku sudah berhasil menyelesaikan masalahnya, karena ada bapak pejabat yang pernah ditolak olehnya untuk berhubungan intim rupanya sakit hati dan selalu mempersulit Pratiwi. Aku katakan pada Pratiwi bahwa bapak itu sekarang sudah berubah tetapi sebaiknya Pratiwi jangan sekali kali memberi dia kenikmatan karena berbahaya. Pratiwi mengangguk manja dan ketika mau pulang dia sempat mencium bibirku lama sekali. Aku berjanji pada Pratiwi untuk sekali kali makan siang dengannya tentu setelah itu kita juga perlu kenikmatan seks.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment